demokrasi dan reformasi

Demokrasi sangatlah berkaitan dengan kekuasaan karena demokrasi merujuk pada sistem politik. Seperti yang telah diketahui demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu domos yang berati rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Secara sederhana demokrasi dapat diartikan menjadi sistem pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Demokrasi berupaya supaya kedaulatan rakyat terwujud didalam suatu negara. Ajaran yang melandasi adanya demokrasi adalah prinsip trias politica. Dalam trias politica inilah kekuasaan suatu negara dibagi menjadi tiga kekuasaan yaitu kekuasaan  eksekutif, kekuasaan legeslatif , dan kekuasaan  yudikatif. Ketiga kekuasaan tersebut memiliki posisi yang setara,sehingga dapat saling mengontrol dan mengawasi satu sama lain, karena tidak ada dari ketiga lembaga itu yang lebih tinggi posisinya satu sama lain.

Demokrasi ada bermacam-macam. Ada yang bernama demokrasi terpimpin, demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer ,dan juga demokrasi rakyat.  Negara Indonesia menganut demokrasi Pancasila dengan corak khas yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaatan perwakilan, yang dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.[1] Adapun asas pokok demokrasi yaitu pengakuan partisipasi rakyat di dalam pemerintahan dan pengakuan hakikat dan martabat manusia ( HAM). Sedangkan prinsip dari demokrasi antara lain: tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang, berkedudukan yang sama dalam hukum,

terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang.

Dalam awal masa perkembangannya, demokrasi sudah pernah ada di Athena pada abad lima sebelum masehi. Sistem ini merupakan alternatif dari sistem monarki dan oligarki. Demokrasi yang ada di Athena merupakan bentuk dari demokrasi langsung yang mana hak untuk membuat keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.[2] Demokrasi yang dijalankan ini tergolong efektif dan berhasil karena dijalankan dalam wilayah yang sempit dan dengan jumlah penduduk yang relative sedikit.

Seiring dengan berjalannya waktu demokrasi yang dijalankan oleh negara-negara saat ini bukanlah demokrasi langsung, melainkan demokrasi perwakilan. Hal ini dikarenakan, penduduk dalam suatu negara tergolong tidak sedikit,wilayah negara luas, dan kepentingan sosial, politik, ekonomi semakain komplek. Apabila demokrasi yang dipilih adalah demokrasi langsung, maka pengambilan keputusan diputuskan dalam waktu yang relatif lama karena banyak sekali orang berkepentingan akan turut campur dalam pengambilan keputusan,dan sangat dimungkinkan konflik rawan terjadi, karena keputusan-keputusan yang dipertimbangkan tidak lepas dari kepentingan-kepentingan tiap invidu atau kelompok orang tertentu saja, dan bukan bertujuan untuk  mensejahterakan rakyat.

Banyak yang berpendapat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling ideal karena rakyatlah yang berkuasa. Namun, demokrasi memiliki banyak resiko dan membutuhkan persiapan yang besar serta matang. Demokrasi seharusnya berada pada negara yang memiliki tingkat perekonomian yang cukup sejahtera karena pada dasarnya untuk menjadikan sebuah negara menjadi negara yang demokrasi dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Contohnya ialah ketika pemilu baik presiden, maupun anggota legeslatif diperlukan biaya yang tidak sedikit. Tidak hanya dibidang ekonomi, sistem demokrasi juga diterapkan dinegara yang rakyatnya sudah sadar akan hak dan kewajiban politik mereka, sehingga rakyat sunggguh mengerti, paham dan berpartisipasi dalam kehidupan berdemokrasi. Apabila mayoritas warga negara tidak sadar akan pentingnya hak dan kewajiban politik mereka, maka rakyatlah yang nantinya akan dirugikan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan kelompok mereka. Oleh sebab itulah kesadaran pentingnya akan hak dan kewajiban politik. Konflik juga sanagt rawan terjadi dinegara demokrasi, terlebih negara yang sekuler. Hal ini karena semakin sekuler suatu negara semakin komlek kepentingan-kepentingan kelompok masyarakat yang harus diperjuangkan, sehingga terciptalah suatu keadilan sosial.

Yang banyak terjadi khususnya dinegara dunia ketiga yang menganut sistem demokrasi adalah penyelewengan terhadap demokrasi itu sendiri. Pemilu merupakan pesta rakyat dalam berdemokrasi, namun, ketika warga negara tidak sadar akan pentingnya hak suara mereka  ( terutama bagi perkembangan politik negaranya), yang terjadi ialah politik uang, serta rakyat tidak memilih pemimpin yang mensejahterahkan, tetapi memilih pemimpin  yang ‘dirasa’ mampu memimpin negaranya.

Politik uang sendiri bisa terjadi karena ketidakmatangan negara dalam mempersiapkan demokrasi. Rakyat miskin tidak sadar akan pentingnya hak politik mereka, merupakan factor pendorong terjadinya politik uang. Praktik politik uang bisa berupa pemberian sembako atau pemberian uang kepada pemilih untuk memilih calon tertentu dari partai tertentu( bertujuan untuk mendapatkan suara dalam pemilu).  Karena seperti yang diketahui, untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat,ataupun presiden, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka wajar, ditengah situasi ekonomi, sosial, politik yang  kurang baik, politik uang sering kali terjadi karena hanya orang tertentu  yang dapat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat (terutama mereka yang  secara financial mampu menjadi calon peserta wakil rakyat). Karena biaya yang dikeluarkan untuk dapat menjadi wakil rakyat tidak sedikit, maka setelah menjadi wakil rakyat, banyak wakil rakyat memupuk kekayaannya kembali yang telah digunakan ketika kampanye berlangsung. Realitas sosial  seperti ini memang sudah menjadi rahasia umum, oleh sebab itu, kerap kali dijumpai peserta pemilu yang tidak terpilih menjadi wakil rakyat mengalami stress atau gangguan jiwa, bahkan bunuh diri. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan nasib suatu negara apabila suatu negara diperintah oleh warga negara yang bukan bertujuan untuk mensejahterahkan rakyatnya, tetapi untuk mensejahterahkan dirinya sendiri dan partai serta kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada negara dunia ketiga tingkat kemiskinan tidak terentaskan, selain karena factor ekonomi dan sosial.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai negara yang sejahtera dengan sistem demokrasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Indonesia merupan salah satu negara berkembang yang dengan demokrasi pancasilanya bersaha mensejahterhkan rakyat. Namun, ada banyak hambatan dan tantangan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (secara ekonomi, dan sosial). Beberapa hambatan yang dialami negara Indonesia dalam proses berdemokrasi anatara lain: terjadinya politik uang, KKN, konflik antar golongan yang memiliki kepentingannya berbeda, pelanggaran HAM (pada masa rezim Soeharto), banyak masyarakat Indonesia yang berbudaya politik parokial, kemiskinan, pemimpin yang tidak berkapabilitas, tidak berjalannya fungsi partai politik sebagaimana semestinya, serta hukum yang cacat.

Tidak hanya itu,  negara Indonesia pernah bereformasi. Kata reformasi berasal dari kata Inggris reform yang artinya perbaikan atau pembaharuan. Hakikatnya, reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut.  Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while  preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka wkatu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap.

Pada   dasarnya reformasi adalah  mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik dari sesuatu yang sudah ada.[3]

Reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998, yang mana pada masa itu Presiden Soehartolah yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia (RI). Reformasi itu sendiri  ialah gerakan sosial yang menghendaki adanya perubahan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara kearah yang lebuh baik secara konstitusional, yang artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. [4] Gerakan reformasi pada dasarnya merupakan wujud rasa ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahaan sedang berlangsung.  Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.[5]

Hal-hal yang melatarbelakangi adanya gerakan reformasi di Indonesia adalah krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia yang dirasa tidak dapat diatasi oleh pemerintah yang sedang berkuasa. Tidak hanya krisis ekonomi,sosial, politik serta  hukum. Persoalan ekonomi merupakan persoalan utama yang melatarnelakangi tejadinya reformasi. Krisis financial Asialah yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan menyebabkan harga-harga yang kian melambung (terutama harga sembako), dan  sudah tidak dapat  dijangkau lagi  oleh rakyat. Pada masa akhir pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi krisis kepercayaan terhadap kapabilatas pemerintahan yang sedang berlangsung. Permasalahan yang sangat komplek itu, harus masih ditamah dengan adanya budaya KKN, yang sudah mengakar dalam birokrasi di Indonesia. Hal-hal tersebutlah yang membuat Indonesia menjadi sangat terpuruk diberagai bidang. Oleh sebab itu, perlu adanya gerakan reformasi.

Gerakan reformasi yang dilakukan oleh warga Indonesia, menuntut agar Presiden soeharto turun dari jabatannya, karena presiden dirasa udah tidak cakap dan tidak mampu mengatasi permaslahan multidimensi yang ada. Presiden dianggap tidak mampu lagi mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila. selain itu, presiden juga dianggap telah banyak melakukan pelanggaran hukum, pengekangan terhadap pers, KKN dan pelanggaran HAM.

Maka, pada bulan Mei 1998 terjadilah gerakan reformasi ini. Gerakan reformasi  menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.[6] Kerusuhan, penjarahan, pemerkosaan,dan tindak criminal pun  terjadi di Jakarta.  Hal tersebut membuat Jakarta lumpuh,serta banyak korban jiwa berjatuhan. Kerugian baik  financial dan bukan financial tak terhitung lagi jumlahnya. Akhirnya Presiden soeharto turun pad atanggal 21 Mei 1998 dan digantikan oleh Presiden B.J.Habibi.

Setelah B.J .Habibi dilantik, maka diamandemenlah UUD 1945 dengan tujuan supaya tercipta pemerintah yang lebih demokratis, dan mampu memperbaiki pemerintahan yang ada. Namun, meski hingga saat ini negara Indonesia sudah bereformasi, mencapai negara yang sejahtera(baik secara,sosial,ekonomi, politik, hukum, pertahanan dan keamanan) bahkan jauh dari terlakasana. Permasalahan sosial, ekonomi, politik, hukum, pertahanan dan keamanan, serta pelanggaran terhadap HAM kerap kali terjadi. Kemiskinan yang semakin banyak serta konflik baik bernuansa agama, hukum, politik, sosial dan ekonomi sering kali terjadi. “Bhineka Tunggal Ika”, serta Pancasila hanya dijadikan symbol negara dan bangsa Indonesia. Perang antar suku,dan konflik antar agama sering terdengar diberbagai media cetak maupun elektronik. Pemerintah yang seharusnya ‘melindungi segenap tumpah darah Indonesia’, seringkali hanya melindungi orang-orang yang berkuasa dan pengusaha, sedangkan orang miskin yang harusnya dipelihara oleh negara, sering  diabaikan.

Yang terjadi ialah pemerintah tidak menggusur kemiskinan, tapi malah menggusur orang miskin ( fenomena ini sering terjadi di Jakarta). Pemerintah menggusur pengemis dari tempat kerja mereka (dijalan raya,para pengemis kerap kali terkena razia ), tetapi pemerintah memberikan BLT kepada orang miskin.  BLT meciptakan budaya meminta yang akan berdampak buruk  dimasa depan pada generasi penerus bangsa. Apa yang akan terjadi dengan generasi penerus bangsa? Semakin hari angka kemiskinan kian meningkat. Apakah memang Indonesia sudah bereformasi?

Kesalahan yang dilakukan setelah bereformasi ialah orang-orang yang duduk  di  kursi rakyat  setelah Reformasi, bukan orang yang berbeda dengan orang-orang yang berkuasa pada masa Orde Baru, oleh sebab itu wajar jika kebudayaan pada masa Orde Baru masih tetap berlanjut hingga saat ini.

Tidak dapat dipungkiri pula banyak aspek positif dari adanya reformasi, salah satunya adalah kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat,dan lain sebagainya. Pelaksanaan pemilu secara demokratis pada tahun 2004, dengan memilih presiden dan wakilnya, serta anggota DPR, DPD, DPRD, merupakan  kemajuan demokrasi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu kerja sama yang baik antar pemerintah, warga negara serta segenap bangsa untuk membangun negara Indonesia dan mengentaskan dengan bangkit dari keterpurukan.

[1] Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Garamedia ,2007 ,halaman 106

[2] Ibid. halaman 109

[3] http://www.transparansi.or.id/about/reformasi-birokrasi/latar-belakang-reformasi-birokrasi.html, diakses pada tanggal 13 Februari 2011,pukul 22.49

[4] http://www.scribd.com/doc/13630455/Timbulnya-Gerakan-Reformasi-1998-Di-Indonesiabrp, diakses pada tanggal 13 Februari 2011,pukul 23.00

[5] Ibid.

[6] Ibid.

Tinggalkan komentar